-->

NABI MUSA .AS (Kisah Nabi Musa dan Fira’un bersama Kaumnya)

NABI MUSA .AS (Kisah Nabi Musa dan Fira’un bersama Kaumnya)

Khutbah Pertama:
Segala puji hanya bagi Allah atas keutamaan dan kebaikan-Nya yang telah menjadikan dalam kisah-kisah orang-orang terdahulu pelajaran bagi orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Dan Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya sang pilihan dan (yang) terpilih.  Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para shahabat beliau dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Semoga Allah memberikan keselamatan yang melimpah kepada mereka semua. Adapun setelah itu,
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa di dalam kisah-kisah para Nabi dan umat-umat mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.
وَكُلاًّ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” [Hûd: 120]
(لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثاً يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ)
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” [Yûsuf : 111]

Dan di antara kisah yang Allah kisahkan di dalam Al-Qur`an adalah:

Kisah Nabi Musa ‘alaihishshalâtu wassalâm.

Sesungguhnya Allah mengulang-ulang penyebutan kisahnya agar orang-orang beriman dapat mengambil pelajaran dan orang-orang yang melampaui batas dapat merasakan kehinaan dengannya. Adalah Fir’aun itu orang yang sangat angkuh lagi paling kafir yang ada di muka bumi ini. Dia telah mencapai derajat kekafiran yang nyata bahwa dia mengaku memiliki hak pengaturan alam semesta. Dia berkata kepada kaumnya,
أَنَا رَبُّكُمْ الأَعْلَى
“Akulah tuhan kalian yang maha tinggi.” [An-Nâzi’ât: 24]
مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي
“Aku tidak mengetahui adanya tuhan kalian yang lain selain aku.” [Al-Qashash: 38]

Lalu para pengikutnya membenarkan apa yang dia katakan dari bangsa Qibti Mesir dan mereka memperbudak Bani Israil yang merupakan keturunan para Nabi. Maka ketika sampai kepada Fir’aun bahwa seorang anak kecil diutus dari Bani Israil dan kehancuran Fir’aun ada pada tangannya. Maka Fir’aun pun mulai mengawasi semua wanita yang hamil dari kalangan Bani Israil. Dia mengawasi para wanita hamil Bani Israil. Jika wanita itu melahirkan anak laki-laki maka Fir’aun akan membunuhnya. Namun jika yang lahir perempuan maka dia akan membiarkannya hidup untuk menjadi pembantu di rumah-rumah pengikut Fir’aun.
يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِ نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُفْسِدِينَ
“Menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” [Al-Qashash: 4]

Akan tetapi ancaman itu tidak akan selamat dari takdir Allah.

Ketika nabi Musa ‘alaihissalâm lahir, maka Allah mengilhamkan kepada ibunya agar meletakkannya di dalam sebuah kotak dari kayu dan menghayutkannya di sungai Nil, lalu sungai Nil membawa kotak itu ke kolam keluarga Fir’aun. Mereka pun memungutnya dan merasa gembira dengan menemukan kotak itu. Lalu mereka menemukan bayi itu di dalamnya. Maka ketika istri Fir’aun melihatnya, dia langsung mencintainya dengan sangat dan mengatakan kepada Fir’aun.
لا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً
“Janganlah kamu membunuhnya. Barangkali dia bisa bermanfaat untuk kita atau kita menjadikannya sebagai anak.” [Al-Qashash: 9]

Akan tetapi Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menjadikan bayi Musa tidak mau menyusu (kepada) para wanita yang ada di situ. Musa tidak mau menyusu (kepada) setiap wanita yang ada. Ketika suasana semakin rumit, maka datanglah kakak perempuannya secara sembunyi-sembunyi.
فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ
“Maukah kalian aku tunjukkan kepada kalian ahlul bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?” [Al-Qashash: 12]

Maka mereka merasa gembira dengan tawaran tersebut dan mengizinkannya untuk membawanya kepada ibunya Musa.
كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ
“Supaya senang hatinya dan dia tidak berduka cita.” [Al-Qashash: 13]

Maka ibunya pun menyusuinya dan mendapatkan upah dari keluarga Fir’aun atas penyusuan itu. Musa tumbuh dewasa di lingkungan keluarga Fir’aun, menggunakan pakaiannya, mengendarai kendaraannya. Dia tumbuh di tengah-tengah keluarga Fir’aun seakan-akan dia seperti anak-anaknya Fir’aun hingga Allah Subhânahu wa Ta’âlâ memilih beliau untuk menyampaikan risalah-Nya. Allah mengutus Musa dan saudaranya (bernama) Harun kepada Fir’aun untuk membantahnya. Allah berfirman,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى* فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَيِّناً لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut’. [Thâha: 43-44]

Lalu musa pergi menghadap Fir’aun dengan perintah Allah Jalla wa ‘Alâ.
قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى* قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى* قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الأُولَى) ( قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنسَى
“Berkata Fir’aun, ‘Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?’ Musa berkata, ‘Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.’ Berkata Fir’aun, ‘Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?’  Musa menjawab, ‘Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.’” [Thâha: 49-52]

Maka pada saat itu, Fir’aun meminta Musa untuk mengeluarkan bukti kepadanya bahwa dia seorang rasul. Lalu Musa mengeluarkan tangannya, tiba-tiba (tangannya) bercahaya putih sangat terang seperti matahari. Dia juga melemparkan tongkatnya, tiba-tiba berubah menjadi ular yang hidup. Dengan demikian telah tegaklah bukti yang jelas akan kerasulan Musa ‘alaihissalâm dengan kedua mukjizat ini. Ketika itu Fir’aun bersikap sombong dan mengatakan, “Ini adalah sihir. Kami memiliki para tukang sihir yang bisa mengalahkan sihir ini.” Kemudian mereka meminta Musa untuk menentukan hari untuk unjuk kemampuan. Untuk menampakkan apa yang dimilikinya dan apa yang dimiliki para tukang sihir dalam rangka mengalahkan Musa.

Lalu Musa membuat kesepakatan dengan mereka pada hari raya yaitu pada hari di mana seluruh manusia berkumpul pada waktu Dhuha di permulaan siang. Ketika para manusia telah hadir semua, para tukang sihir itu berkata kepada Musa, “Lemparkanlah tongkatmu!” Lalu Musa melemparkan tongkatnya. Mereka berkata kepada Musa, “Lemparkanlah tongkat yang kamu bawa.” Musa menjawab, “Lemparkanlah tongkat kalian dulu.” Lalu mereka melemparkan tongkat-tongkat mereka. Seketika itu juga lapangan dipenuhi dengan tali dan tongkat yang di dalamnya terdapat air raksa. Benda-benda itu bergerak seakan-akan ular hidup.
فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُوسَى
“Maka Musa merasa takut dalam hatinya.” [Thâha: 67]

Jika manusia mempercayai ajaran mereka (para tukang sihir). Maka Allah Jalla wa ‘Alâ berfirman,
لا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الأَعْلَى
“Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang).” [Thâha: 67-68]

Lalu musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba berubah menjadi ular dan memakan apa yang ada di tanah lapang itu berupa tongkat-tongkat dan tali-tali yang mereka lemparkan. Mereka pun akhirnya menjadi takut sendiri jika ular itu akan menggerebek mereka. Maka mereka meminta Musa untuk menghentikannya dari mereka. Beliau pun mengambil ular tersebut dan kembali menjadi seperti sedia kala. Pada saat itu para tukang sihir menyadari bahwa itu bukanlah sihir. Bahwa itu adalah mukjizat, termasuk di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Mereka pun beriman. Mereka beriman kepada Musa ‘alaihishshalâtu wassalâm lalu mereka bersujud kepada Allah Azza wa Jalla dan menghambakan diri kepada Allah.

Saat itu juga Fir’aun mengancam mereka dengan membunuh mereka dan menggantung mereka di tiang salip. Allah meneguhkan mereka di atas agama-Nya dan mereka tidak menghiraukan ancaman Fir’aun.
قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا* إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنْ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Mereka berkata, ‘Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami  melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya).’” [Thâha: 72-73]

Maka Fir’aun pun membunuh mereka dan melaksanakan ancamannya terhadap mereka. Mereka berdoa kepada Allah. Mereka berdoa,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْراً وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” [Al-A’râf: 126]

Lalu Allah mewafatkan mereka dalam keadaan beragama Islam. Maka pada saat itu berakhirlah episode pertama antara Musa dan Fir’aun. Dan penindasan Fir’aun pun semakin menjadi-jadi saat itu. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ memerintahkan Musa untuk mengajak Bani Israil keluar dari negeri Mesir di akhir malam. Lalu nabi Musa keluar bersama mereka meninggalkan negeri itu dengan izin Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Tatkala Fir’aun mengetahui keluarnya mereka itu, dia marah besar, mengancam dengan geram hingga keluar air liur dari mulutnya. Dia pun mengumpulkan kekuatannya berupa bala tentara dan keluar bersama pasukannya mengikuti jejak Musa dan para pengikutnya untuk membalas dendam.

Tatkala malam menjelang fajar, Musa dan para pengikutnya sudah berada di tepi lautan sedangkan Fir’aun dan bala tentaranya sedang mengejar-ngejar mereka dan hampir menyusul mereka. Kaum Musa pun mengatakan,
إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
“Sungguh kita akan disusul oleh mereka.” [Asy-Syu’arâ`: 61]

Karena lautan ada di depan mereka dan musuh di belakang mereka. Maka Musa ‘alaihissalâm berkata kepada mereka.
كَلاَّ إِنَّ مَعِي رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku bersamaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” [Asy-Syu’arâ`: 62]

Lalu Allah mewahyukan kepada Musa alaihissalâm.
أَنْ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ
“Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” [Asy-Syu’arâ`: 62]

Lalu nabi Musa memukulkan tongkatnya ke laut, maka tiba-tiba lautan itu menjadi berhenti dan membelah membentuk banyak jalan sebanyak kabilah yang ada pada Bani Israil yaitu 12 jalan, sebanyak keturunan Bani Israil di antara gulungan lautan yang berhenti seakan-akan pegunungan. Maka nabi Musa dan kaumnya memasuki jalan-jalan yang kering ini sampai mereka keluar ke tepi lautan seberang. Fir’aun dan bala tentaranya  mengikuti mereka. Ketika mereka semua sudah berada di tengah lautan maka Allah menyatukan kembali lautan itu dan menenggelamkan mereka semua sedangkan nabi Musa dan para pengikutnya melihat mereka tenggelam.

Intisari dari kisah ini adalah bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menyelamatkan nabi Musa dan para pengikutnya dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Kebenaran akan menang dan kebatilan akan kalah pada hari kesepuluh dari bulan ini. Yaitu bulan Allah Muharam. Maka nabi Musa berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah atas pertolongan ini dan nikmat ini. Bani Israil sesudah beliau juga berpuasa dan terus menerus kebiasaan berpuasa ini berjalan sampai datang Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam di kota Madinah yang di dalamnya ada orang-orang Yahudi yang berpuasa pada hari Asyura. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka,
لما تصومون هذا اليوم؟
“Mengapa kalian berpuasa pada hari ini?”

Dalam rangka mengingatkan mereka. Padahal sebenarnya beliau sudah tahu keutamaan hari ini dan apa yang terjadi pada hari ini. Mereka menjawab, “Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Beliau pun berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Allah maka kamipun berpuasa juga. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نحن أحق وأولى موسى منكم فصامه وأمر بصيامه
“Kami lebih berhak dan lebih utama untuk melaksanakan kebiasaan nabi Musa daripada kalian. Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa.”

Beliau bersabda,
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ والعاشر
“Apabila aku masih hidup di tahun depan maka sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh.”

Beliau juga bersabda,
خالفوا بني إسرائيل صوموا يوما قبله
“Selisihilah Bani Israil dan berpuasalah satu hari sebelumnya.”

Dengan demikian tegaklah sunnah dan puasanya beliau pun ditetapkan sebagai sunnah pada umat ini sebagai bentuk syukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena kemenangan Musa adalah kemenangan bagi orang-orang yang beriman di setiap zaman dan juga merupakan kemenangan bagi kebenaran. Dikarenakan sunnah Nabi itu satu.
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمْ اقْتَدِهِ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” [Al-An’âm: 90]

Maka puasa Asyura menjadi sunnah yang ditekankan. Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa puasa Asyura ini menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari ini.

Maka dianjurkan bagi setiap muslim untuk berpuasa pada hari ini dan untuk berpuasa sehari sebelumnya dalam rangka meneladani para nabi yang mulia, yaitu nabi Musa dan Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihimâ wa sallam dan dalam rangka mendapatkan pahala. Maka hendaklah kalian berpuasa semoga Allah memberikan taufik kepada kalian. Dan kemungkinan yang kuat pada bulan ini bahwa hari Asyura akan jatuh pada hari rabu dan kamis sehingga bertemu tanggal sembilan dan sepuluh atau tanggal sepuluh dengan tanggal sebelas

Maka hendaklah kalian berpuasa pada hari itu, semoga Allah memberikan berkah kepada kalian, raihlah pahala dari Allah. Aku ucapkan ucapan ini dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian dan untuk kaum muslimin seluruhnya dari segala dosa. Mohonlah kalian ampunan kepada-Nya sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Khutbah Kedua:
Segala puji hanya bagi Allah atas keutamaan dan kebaikan-Nya. Aku bersyukur atas taufik dan anugerah-Nya dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya sebagai pengagungan akan keberadaan-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para shahabat beliau. Semoga Allah memberikan keselamatan yang melimpah kepada mereka semua. Adapun setelah itu,

Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Allah. Mengenai hari Asyura, manusia terpecah menjadi tiga kelompok,

Kelompok pertama adalah kaum muslimin, mereka berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah atas pertolongan-Nya kepada kebenaran dan dalam rangka meneladani para nabi yang mulia, Nabi Musa dan Muhammad ‘alaihimashshalâtu wassalâm dan dalam rangka mendapatkan pahala yang besar.

Kelompok kedua adalah Râfidhah, mereka berduka cita pada hari itu dan menampakkan rasa duka dan ratapan mereka dengan anggapan demi memperingati tragedi terbunuhnya Al-Husein radhiyallâhu ‘anhu. Mereka menangis dan memukuli diri-diri mereka dengan rantai, meratap, berteriak-teriak dan menyiksa diri-diri mereka dalam rangka duka atas Al-Husein radhiyallâhu ‘anhu sebagaimana anggapan mereka.

Kelompok ketiga, di antara kaum muslimin ada yang berbahagia pada hari ini, menamakannya sebagai hari raya, berbagi hadiah kepada karib kerabatnya, menampakkan keceriaan-keceriaan layaknya pada hari raya dengan perhiasan dan yang semisalnya. Maka ini adalah bid’ah.

Kedua kelompok tersebut yang mana pada hari Asyura mereka itu berduka dan bergembira. Kedua kelompok tersebut berdosa dan telah melakukan kebid’ahan. Adapun mereka yang berpuasa dan bersyukur kepada Allah atas nikmat ini maka itulah pertengahan yang berada di atas sunnah. Segala puji hanya bagi Allah.

Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan. Setiap bid’ah adalah kesesatan. Hendaklah kalian bersatu di atas jamaah. Karena sesungguhnya tangan Allah di atas jamaah. Dan barangsiapa yang berpecah belah maka dia akan terpecah di dalam neraka.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” [Al-Ahzâb: 56]

Ya Allah, berilah shalawat dan salam kepada hamba dan rasul-Mu, yaitu nabi kami nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan ridhailah para Khulafâur Rasyidin beliau, para pimpinan yang mendapatkan hidayah, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan para shahabat yang lain semuanya, juga para tabi’in dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Ya Allah muliakan Islam dan kaum muslimin dan hinakanlah kesyirikan dan orang-orang yang melakukan kesyirikan, hancurkanlah mereka para musuh agama, jadikanlah negeri ini negeri yang damai dan sentosa dan seluruh negeri kaum muslimin wahai Rabb seluruh alam semest. Ya Allah, jadikanlah orang yang hendak menginginkan kejeleken terhadap Islam dan kaum muslimin sibuk terhadap dirinya sendiri. Lemparkanlah makar mereka itu ke dalam kebinasaan. Jadikanlah kehancuran mereka ada pada rencana mereka sendiri. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ya Allah, perbaikilah para pemimpin kami, jadikanlah mereka itu para panutan yang mendapatkan hidayah bukan para pemimpin yang sesat dan menyesatkan. Ya Allah, perbaikilah teman-teman setia mereka dan jauhkanlah mereka dari teman-teman setia yang jelek dan para perusak. Ya Allah jagalah keamanan negeri kami ini, dengan sebab mereka demikian juga keimanan kami dan kesejahteraan kami di negeri-negeri kami dan janganlah kuasakan kepada kami sebab dosa kami, penguasa yang tidak takut kepada-Mu dan tidak menyayangi kami. Jagalah kami dari kejelekan fitnah-fitnah baik yang terlihat atau pun yang tidak terlihat. Ya Allah, terimalah amalan kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” [An-Nahl: 90]

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Ingatlah Allah niscaya Dia akan mengingatmu dan syukurilah nikmat-nikmat-Nya atas kalian niscaya Dia akan menambahnya untuk kalian. Dan zikir kepada Allah adalah benar-benar lebih besar pahalanya dan Allah maha mengetahui apa yang kalian lakukan.

Sumber: http://alfawzan.af.org.sa/node/15122
Artikel: www.maswil15.com

Baca Juga Tentang:

    0 Response to "NABI MUSA .AS (Kisah Nabi Musa dan Fira’un bersama Kaumnya)"

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel