-->

Kegelisahan KH Hasyim Muzadi Terhadap Syiah di Indonesia

KH Hasyim Muzadi
Oleh : Dr. Slamet Muliono*

Jurnalmuslim.com - Dalam  sebuah pernyataan yang dilansir kantor berita Antara, KH. Hasyim Muzadi (5/4/2016) menyebut bahwa Syiah merupakan ancaman terhadap NKRI, sehingga perlu diwaspadai. Dia menilai potensi konflik Sunni-Syiah di Indonesia sangat besar, khususnya di daerah Jawa Timur, yakni Bangil, Bondowoso, Puger, dan Madura. Mantan Ketua Umum PBNU itu menyatakan bahwa konflik Sunni-Syiah di dunia telah terbukti menjadi awal terobek-robeknya kaum muslimin bahkan penyebab terobek-robeknya sebuah negara.

Bahkan kian hari perkembangannya semakin mengkhawatirkan. Berbagai acara dan even mereka lakukan dengan terang-terangan. Anggota Dewan Pertimbangan presiden itu menyatakan bahwa kita tentu bisa ikut merasakan sakit hati kaum Sunni ketika kaum Syiah menghujat Sayyidina Abu Bakar Assiddiq, Sayyidina Umar bin Khaththab, Sayyidina Utsman bin Affan, Sayyidah Aisyah, dan Sayyidah Hafshah, bahkan sampai mengkafirkan beliau-beliau yang sangat dihormati di kalangan Sunni.

Tapi kaum Sunni harus menahan diri dan selalu bergandengan dengan aparat negara. Kiai Hasyim mengatakan bahwa proses menuju konflik terbuka ini dimanfaatkan oleh banyak kaum islamophobia (musuh Islam dunia) yang diam-diam memperparah arena konflik untuk melakukan devide et impera (pemecahbelahan) serta mempersiapkan intervensi pemikiran/militer asing baik blok Timur maupun Barat atas dalih keamanan dunia. (Fokusislam.com.6/4/2016)

Apa yang diungkapkan kiai asal Malang tentang perkembangan Syiah itu bukan saja   menarik dalam konteks dampak yang ditimbulkannya, tetapi juga konteks titik wilayah yang dituju. Dalam konteks dampak, ideologi Syiah sudah terbukti memporak-porandakan sebuah negara, seperti di kawasan Timur Tengah, sementara titik wilayah yang dituju adalah Jawa Timur. Sebagaimana diketahui, Jawa Timur adalah satu-satu propinsi yang mengeluarkan pelarangan secara resmi aliran Syiah. Lewat Peraturan Gubernur (Pergub) tahun 2012, Syiah dinyatakan sebagai aliran sesat, dan hal itu dikawal terus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Apa yang dikatakan kiai Hasyim untuk mewaspadai perkembangan Syiah cukup beralasan. Perkembangan Syiah di Bangil, Bondowoso, Puger, dan Madura memang berpotensi besar akan merembet ke wilayah lain, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Hal ini sangat beralasan karena Jawa Timur merupakan baro meter sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia. Dengan membiarkan dan acuh tak acuh terhadap perkembangan Syiah di Jawa Timur, sama saja membiarkan terjadinya konflik yang akan mengancam NKRI ini.

Dalam perspektif global, ideologi Syiah telah merobek-robek dan memecah belah kawasan Timur Tengah seperti Yaman, Libanon, dan Suriah. Sementara negara Sudan, Bahrain dan beberapa negara sekutu Saudi sudah mengantisipasi sejak awal dengan mengusir duta besar dan memutus hubungan dengan negara induk Syiah, yakni Iran. Hal ini semata-mata untuk mengeliminir perkembangan Syiah. Perkembangan dan dinamika Syiah di Yaman, Libanon, dan Suriah masih bisa kita lihat situasinya yang mencekam dan membuat negara itu terancam jatuh ke tangan penganut Syiah. Pernyataan kiai Hasyim ini merupakan early warning (peringatan dini) tentang bahaya Syiah bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang mayoritas muslim Sunni.

Ajaran yang dibawa Syiah memang sangat besar potensi konfliknya di Indonesia. Betapa tidak, kalangan Sunni sangat menghormati dan memuliakan sahabat besar Nabi, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan. Tetapi oleh kelompok Syiah, tiga sahabat agung ini dihinakan dan dikafirkan. Begitu pula dua istri Nabi (Aisyah, dan Hafshah) dikatakan sebagai perempuan hina dan pelacur. Tentu saja, apa yang diyakini Syiah terhadap orang-orang mulia ini sangat mengganggu dan menghina kelompok Sunni. Jika hal ini dikesampingkan, maka potensi konflik Syiah-Sunni sulit dihindarkan.

Apabila konflik Sunni-Syiah tidak segera diantisipasi dan dicegah, maka akan memberi peluang kepada kaum Islamophobia (musuh Islam dunia) untuk mengeruhkan suasana. Kaum Islamphobia ini bukan hanya memanfaatkan situasi buruk ini, tetapi juga akan untuk mengambil untung dengan jalan politik devide et impera (pemecahbelahan). Ketika situasi bangsa yang terpecah belah, dan dengan dalih keamanan dunia, maka mereka akan melakukan intervensi  militer.  Kondisi ini (intervensi militer) sudah terjadi di Yaman, ketika pemimpin Houtsi yang berideologi Syiah hampir saja menguasai dan menggulingkan pemerintahan sah Yaman.

Begitu pula yang terjadi di Suriah, ketika presiden Bashar Assad yang berideologi Syiah mengundang Rusia, China dan sekutunya untuk memerangi sekelompok orang yang diklaim sebagai pemberontak. Kondisi terbelahnya Sunni-Syiah itu memberi peluang kepada negara asing untuk mengirim pasukan militernya guna memasuki arena dengan memihak salah satu di antara keduanya, tentu dengan motif dan tujuan menciptakan perdamaian dunia.

Apa yang disampaikan kiai Hasyim Muzadi merupakan peringatan sekaligus  himbauan kepada ormas Islam untuk waspada dan tidak mudah untuk ditunggangi kepentingan Syiah. Syiah secara terbuka sudah menyatakan untuk mengajak bersatu kepada umat Islam Indonesia untuk memerangi Wahabi. Wahabi dijadikan sebagai pintu masuk untuk mengobrak-abrik kehidupan beragama Indonesia. Bagi Syiah, menciptakan Wahabi sebagai musuh bersama (common enemy) merupakan cara yang mudah dan efektif untuk menciptakan dan memporak-porandakan Indonesia sebagaimana yang terjadi di kawasan Timur Tengah.

Surabaya, 6 April 2016

*Penulis adalah dosen di UIN Sunan Ampel dan STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya

(tabayyunnews)

0 Response to "Kegelisahan KH Hasyim Muzadi Terhadap Syiah di Indonesia"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel