-->

Naik Haji, Bung Hatta Ogah Dibiayai Negara


Ingatan Gemala Rabi'ah Hatta mundur saat dirinya menempuh kuliah di School of Medical Record Administration di Sydney, Australia. Uang saku yang terbatas dari beasiswa Colombo Plan membuat putri kedua Bung Hatta tersebut mengambil pekerjaan paruh waktu. Saat itu Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia di Sydney membutuhkan tambahan tenaga juru ketik. Kebetulan Gemala mahir mengetik 10 jari. Ia pun menyisihkan akhir pekannya untuk bekerja di Konjen. 

Suatu ketika, sekitar awal Maret 1975, saat Gemala akan mengeposkan surat kepada Bung Hatta, ternyata amplop miliknya habis. Tanpa pikir panjang, ia memakai amplop milik Konjen. "Kertas suratnya punya saya, cuma amplop saja punya Konjen," ujar Gemala kepada detikcom, Senin, 7 Desember 2015.

Akhir Maret datang surat balasan dari sang ayah di Jakarta. Dalam penutup suratnya, Bung Hatta menulis, "Ada satu yang Ayah mau peringatkan kepada Gemala. Kalau menulis surat kepada Ayah dan lain-lainnya, janganlah dipakai kertas Konsulat Jenderal RI. Surat-surat Gemala kan privat, bukan surat dinas. Jadi tidak baik pakai kertas Konsulat." 

Nasihat atau teguran itu, menurut Gemala, menunjukkan pentingnya memisahkan mana barang milik negara dan mana milik pribadi. "Walaupun hanya selembar amplop," kata pegawai negeri sipil di Kementerian Kesehatan itu.

Selain terhadap dirinya, ia melanjutkan, Bung Hatta pernah menegur sekretaris pribadinya, Iding Wangsa Wijaya, hanya karena persoalan yang mungkin bagi kebanyakan orang amat sepele. Wangsa kena tegur karena meminjam tiga lembar kertas dari kantor Sekretariat Negara di Medan Merdeka Utara, Jakarta. Pasalnya, kantor Wakil Presiden di Medan Merdeka Selatan kehabisan kertas.

Mengetahui hal itu, Bung Hatta pun meminta sekretarisnya mengembalikan kertas yang dipinjam. Sebab, kertas yang diperlukan adalah untuk urusan Wakil Presiden, bukan Sekretaris Negara. "Kalau suratnya ke Merdeka Utara, biarlah itu urusan negara. Tapi, kalau ke sini, saya harus membalas dengan kertas saya sendiri." Wangsa Wijaya akhirnya membeli kertas dengan uang pribadi Bung Hatta dan mengganti surat yang sudah diketiknya.

Dalam bukunya, Mengenang Bung Hatta, Iding Wangsa Wijaya menuliskan pengalamannya mendampingi sang proklamator dalam perjalanan menunaikan ibadah haji pada Juli 1952. Kala itu si Bung mengajak sekretarisnya, Rahmi Hatta (istrinya), dan dua saudara perempuannya. Presiden Sukarno, tulis Wangsa, sempat menawarkan agar Bung Hatta dan rombongan menggunakan pesawat terbang atas biaya pemerintah. Tapi tawaran tersebut ditolaknya. "Bung Hatta menginginkan agar keberangkatannya menunaikan ibadah haji bukan dalam kedudukannya sebagai wakil presiden, melainkan sebagai rakyat biasa," tulis Wangsa.

Lalu bagaimana Bung Hatta mendapatkan uang untuk membiayai rombongannya itu? Wangsa Wijaya menuturkan, seluruh biaya berasal dari kantong pribadi Bung Hatta. "Saya masih ingat benar, kami semua diberangkatkan Bung Hatta dengan uang hasil honorarium buku yang terbit di Belanda." Buku itu berjudul Verspreide Geschriften, yang merupakan kumpulan karangan Bung Hatta dalam bahasa Belanda. Selain itu, kata Wangsa, Bung Hatta mendapatkan honorarium dari penerbitan beberapa buku di Indonesia. Seluruh honor yang diterimanya amat besar untuk ukuran masa itu.

Namun, hingga beberapa waktu sebelum keberangkatan haji, masih ada saja kecaman yang datang dari beberapa pihak. Mereka yang tidak senang menyerang Bung Hatta dengan mengatakan keberangkatannya ke Mekah itu menggunakan uang rakyat dan fasilitas pemerintah. "Saya cuma geleng-geleng kepala. Mereka tidak tahu persis duduk persoalannya," ujar Wangsa Wijaya. 

Sumber http://news.detik.com/laporan-khusus/3091542/naik-haji-bung-hatta-ogah-dibiayai-negara

0 Response to "Naik Haji, Bung Hatta Ogah Dibiayai Negara"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel