Syubhat Para Pengagung Kubur dan Bantahannya (Bag. 1)
Illustrasi pengagung kubur |
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:
Syubhat Orang Yang Menyatakan Tidak Adanya Kesyirikan Pada Umat Ini Serta Bantahannya:
Dengan berlandaskan pada nushus syar'iyah sebagai dalil yang autentik, para pengusung pemikiran ini mengatakan, bahwa umat kita sekarang ini dalam keadaan bersih dari noda syirik, tidak ada seorangpun yang terjerumus kedalam kesyirikan. Mereka membawakan dalil apa yang kita bawakan dimuka, dengan mengambil sisi pendalilannya beda jauh dengan apa yang kita kemukakan diawal, yang bila kita cermati justru semakin mendukung kebenaran yang kita sampaikan yaitu fenomena nyata yang menimpa umat ini, yaitu adanya diantara mereka yang terjerumus ke dalam kesyirikan.
Diantara nushus syar'iyah yang sering dijadikan hujah oleh mereka, yang bisa dipahami secara jelas sisi pengambilan dalilnya dibanding yang lain, dan menjadi syubhat (kerancuan) mereka ialah:
Syubhat Pertama: Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dibawakan oleh Imam Bukhari. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَاللَّهِ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا بَعْدِي وَلَكِنْ أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنَافَسُوا فِيهَا » [أخرجه البخاري]
"Demi Allah, bukan kesyirikan yang aku takutkan menimpa atas kalian setelahku, tapi, yang aku khawatirkan ialah kalian akan saling berlomba-lomba dalam urusan dunia".[1]
Segi pengambilan dalil dari hadits diatas yaitu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhawatirkan kesyirikan yang akan menimpa kita, kalau demikian, maka itu menunjukan bahwa pemeluk umat ini tidak ada yang terjatuh kedalam kesyirikan.[2]
Sanggahan: Untuk menjawab syubhat ini kita bawakan ucapan al-Hafidh Ibnu Hajar yang telah membantah kerancuan ini didalam kitabnya Fathul Bari, tatkala beliau menjabarkan hadits diatas. Mari kita simak jawaban beliau, beliau mengatakan; "Maksudnya aku khawatir akan menimpa sebagian besar diantara kalian, sebab fenomena dilapangan membuktikan adanya sekumpulan orang yang telah terjatuh kedalam kesyirikan. Kita meminta perlindungan dari Allah Shubhanahu wa ta’alla agar dijauhkan dari kesyirikan".[3]
Atau bisa juga kita katakan, kitab tersebut ditujukan kepada para sahabat. Karena Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "Atas kalian". Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan dalam pernyataannya, "Didalam hadits ini sebagai dalil untuk lebih berhati-hati dengan apa yang akan terjadi seperti yang diprediksi oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam". Lalu beliau menegaskan, "Bahwa para sahabat sepeninggalan beliau tidak ada yang terjatuh ke dalam kesyirikan, seperti yang dikatakan oleh Nabinya. Namun, yang terjadi ialah kekhawatiran beliau yaitu adanya dikalangan umatnya yang saling berlomba-lomba dalam masalah dunia".[4]
Sanggahan berikutnya, bisa juga dikatakan, barangkali Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti itu sebelum mengetahui dan menerima wahyu dari Allah ta'ala akan adanya dikalangan umat beliau yang terjatuh dalam kesesatan dan perbuatan syirik.[5]
Syubhat Kedua: Mereka membawakan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatha serta al-Baihaqi. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَجْتَمِعُ دِينَانِ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ » [أخرجه مالك في الموطأ والبيهقي في سنن الكبرى]
"Tidak akan berkumpul dua agama di jazirah Arab".[6]
Sisi pengambilan dalil dari hadits ini yaitu sesungguhnya negeri-negeri ini dengan keutamaan yang Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan, suci dari segala kotoran noda syirik dan bersih dari segala praktek kesyirikan, berdasarkan kabar berita yang disampaikan oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam.[7]
Sanggahan atas syubhat ini: Pemahaman yang di usung oleh para pendukung pendapat ini tidak pernah dipahami secuil pun oleh para ahli hadits generasi pertama. Namun, para ulama hadits memahami bahwa makna hadits ini ialah larangan adanya dua agama yang berkuasa di jazirah Arab, bukan berarti beliau sedang menafikan adanya agama selain Islam disana. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak sedang menafikan keberadaanya. Sebab, bagaimana mungkin dibawa pada makna penafikan sedangkan fenomenanya disana banyak sekali agama –bukan hanya dua- sepeninggal Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga diawal-awal kekhalifahan para khalifah rasyidah di jazirah Arab.
Kedua: kalau sekiranya kita bawa makna hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan redaksi semacam ini pada maksud penafikan maka sama saja kita sedang mendustakan kenyataan yang sedang terjadi. Sebab jazirah Arab sesuai dengan teretorial wilayah batasannya, dari selatan hingga utara dimulai dari Adn hingga Diyar Bakar. Dari timur ke barat dimulai dari negeri Irak hingga Mesir, maka masuk didalam wilayah jazirah Arab negeri Yaman, Hijaz, Nejed, Irak, Syam dan Mesir.[8]
Kalau kita tetap bersikukuh membawa makna hadits pada penafikan maka sama saja kita sedang membikin orang-orang diluar agama Islam mentertawakan kita, sebagai bahan tertawaan, mempertanyakan akal sehat kita ketika dengan mudahnya menolak hadits-hadits yang sangat banyak, dengan bukti fenomena nyata dilapangan yang secara otomatis mendustakan hadits tersebut. Sebab, berapa banyak agama yang telah dipeluk oleh umat manusia di negeri-negeri Arab, berapa banyak pula kita menjumpai adanya gereja yang dibangun disana. Dan itu dilestarikan oleh para penganutnya mulai dari awal kemunculan agama Islam hingga zaman kita sekarang ini.
Ketiga: hadits yang dibawakan oleh pengusung pendapat ini, diriwayatkan oleh Imam Malik[9] dalam kitabnya al-Muwatha, juga bisa dijumpai redaksi yang senada dalam riwayat yang lain. Diantaranya yaitu, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَبْقَيَنَّ دِينَانِ بِأَرْضِ الْعَرَبِ » [أخرجه مالك في الموطأ والبيهقي في سنن الكبرى]
"Tidak akan tersisa dua agama (yang saling berkuasa) dinegeri Arab".[10]
Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dengan redaksi:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لاَ يَتْرُك بجَزِيرَةِ الْعَرَبِ دِينَانِ» [أخرجه أحمد]
"Jangan biarkan di Jazirah Arab ada dua agama (yang saling berkuasa)".[11]
Hadits-hadits yang senada dengan ini hanyalah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk barisan wasiat beliau diakhir hayatnya.
Maka hal itu semakin menunjukan bahwa yang dimaksud dalam hadits ialah larangan adanya dua agama besar yang berkuasa di jazirah Arab bukan menafikan adanya agama-agama lain yang ada disana, sebagaimana pemahaman rancu yang dipahami oleh para pengusung syubhat diatas.
Keempat: bahwa seluruh perawi hadits yang membawakan hadits ini semuanya mengatakan dengan redaksi yang menunjukan maksud hadits adalah larangan bukan menafikan. Diantara yang mendukung hadits ini ialah beberapa riwayat berikut ini. Dari Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu, beliau mendengar bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لأُخْرِجَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ..» [أخرجه مسلم]
"Benar-benar aku ingin sekali mengeluarkan orang-orang Yahudi dan Nashrani dari jazirah Arab".[12]
Masih dari sahabat Umar, beliau mengatakan, "Kalau saya hidup panjang -insya Allah- benar-benar aku pasti akan mengeluarkan orang-orang Yahudi dan Nashrani dari jazirah Arab".[13] Bahkan, disana ada sumber riwayat yang secara gamblang menunjukan pada maksud hadits diatas, bahwa maksud yang diinginkan oleh hadits tersebut ialah perintah dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara hadits pendukung tersebut ialah, haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dalam hadits yang cukup panjang, lalu disebutkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَخْرِجُوا المُشْرِكِينَ مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ» [أخرجه البخاري ومسلم]
"Keluarkanlah kaum musyrikin dari jazirah Arab".[14]
Riwayat-riwayat yang begitu jelas ini semuanya menunjukan pada larangan, oleh karena itu tidak mungkin ada seorangpun yang membawa pada makna penafikan kecuali orang bodoh saja yang tidak memahami dan mencium ilmu hadits sedikitpun. Wallahu a'lam.
Syubhat ketiga: Mereka juga berargumen dengan sebuah hadits yang tidak ketahuan asalnya, dikatakan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَ فِى جَزِيرَتكم -جَزِيرَةُ الْعَرَبِ.. » [أخرجه مسلم]
"Sesungguhnya setan telah putus asa untuk bisa disembah di jazirah kalian ini yakni jazirah Arab". [15]
Demikian mereka membawakan redaksi hadits dengan lafad seperti diatas. Adapula yang membawakan dengan redaksi yang hampir mirip:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِى التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ » [أخرجه مسلم]
"Sesungguhnya setan merasa putus asa untuk bisa disembah oleh orang yang sedang sholat di jazirah Arab, akan tetapi, mereka mampu menjadikan kalian saling bermusuhan".[16]
Mereka juga membawakan haditsnya Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن الشيطان قد يئس أن تعبد الأصنام بأرض العرب ولكن رضي منهم بما دون ذلك بالمحقرات وهي من الموبقات» [أخرجه الجاكم و أبو يعلى]
"Sesungguhnya setan telah putus asa untuk menjadikan berhala disembah di negeri Arab, akan tetapi, dirinya merasa puas tatkala mereka berhasil menjerumuskan dalam perkara-perkara yang membinasakan (selain kesyirikan)".[17]
Sisi pengambilan dalil dari riwayat-riwayat diatas, bahwa Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan kalau setan telah berputus asa untuk bisa disembah oleh orang yang sedang sholat di jazirah Arab. Dalam redaksi yang dibawakan oleh Ibnu Mas'ud dikatakan, setan telah putus asa untuk bisa menjadikan berhala disembah di tanah Arab. Maka hal itu sangat kontradiksi sekali dengan pemahaman yang ada dalam madzhab kalian (maksudnya kita).
Sesungguhnya Bashrah dan sekitarnya, Irak selain tempat disemayamkannya kubur Ali dan Husain radhiyallahu 'anhuma, begitu pula seluruh Yaman, dan juga Hijaz semuanya termasuk tanah Arab. Sedangkan kalian bilang bahwa tempat-tempat ini seluruhnya sebagai tempat disembahnya setan, dan berhala, yang dikatakan seluruh pelakunya adalah kafir. Maka riwayat-riwayat diatas sebagai bantahan telak atas kengeyelan pendapat kalian.[18]
Sanggahan: atas syubhat diatas melalui beberapa jawaban;
Pertama: Riwayat pertama yang kalian bawakan dengan redaksi semacam tadi, maka belum saya temukan dalam buku-buku referensi induk hadits. Setidaknya redaksi yang berhasil saya temukan yang selaras dengan riwayat tersebut ialah redaksi yang dibawakan oleh sahabat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, disebutkan dalam riwayat tersebut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أيها الناس! إن الشيطان قد أيس أن يعبد في بلدكم هذا آخر الزمان, قد رضي منكم بمحقرات الأعمال فاحذروه على دينكم » [أخرجه البزار]
"Wahai manusia! sesungguhnya setan diakhir zaman kelak telah putus asa untuk bisa disembah di negeri kalian. Namun, dirinya merasa cukup atas kalian untuk bisa menjerumuskan ke dalam dosa-dosa besar. Maka hati-hatilah kalian untuk tidak sampai terjerumus ke dalam amalan tersebut".[19]
Namun, sayangnya hadits ini lemah tidak bisa dijadikan sebagai argumen.
Adapun riwayat kedua yang kalian bawakan, maka haditsnya tsabit[20]. Akan tetapi, apakah mungkin ada hadits-hadits yang shahih bisa saling kontradiktif satu sama lainnya? Jawabannya, jelas tidak. Namun, harus ada salah satu yang dibawa pada makna hadits yang lain. Bila diperhatikan, hadits yang sedang kita perbincangkan ini secara jelas bertentangan –menurut sebagian orang- dengan hadits-hadits shahih yang menerangkan kekhawatiran serta peringatan Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pada umatnya supaya tidak terjerumus dalam corak warna kesyirikan yang sangat beragam jumlahnya.
Dan para ulama telah menerangkan hadits ini dengan memberikan berbagai kemungkinan jawaban untuk bisa mendudukan makna hadits dengan benar, diantara jawaban para ulama ialah:
Pertama: sesungguhnya setan merasa putus asa atas dirinya sendiri. Dia tidak putus asa tatkala melihat kejayaan Islam dimasa hidupnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga banyaknya kabilah Arab yang mau menerima dan masuk ke dalam agama ini, yang dengannya Allah Shubhanahu wa ta’alla memuliakan mereka. Namun, tatkala setan melihat hal tersebut dirinya merasa putus asa untuk bisa mengembalikan kaum muslimin untuk kembali ke agamanya dahulu (menyembah berhala), agar mereka kembali menyembahnya, yakni mau menuruti perintahnya.
Hal ini didukung dengan berita yang dikabarkan oleh Allah ta'ala tentang orang-orang kafir, Allah ta'ala berfirman:
﴿ ٱلۡيَوۡمَ يَئِسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمۡ ٣ ﴾ [ المائدة: 3 ]
"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu". (QS al-Maa-idah: 3).
Mereka telah berputus asa untuk bisa mengembalikan kaum muslimin kedalam agama batil kaum musyrikin yang dibangun diatas penyembahan berbagai macam tuhan, dan memalingkan ubudiyah kepada segala sesuatu selain Allah azza wa jalla. Sebagaimana kaum musyrikin merasa putus asa, manakala melihat keteguhan kaum muslimin didalam memegang ajaran agama Islam, untuk dapat mengembalikan mereka kufur. Begitu pula setan, dirinya juga berputus asa tatkala melihat kejayaan kaum muslimin dengan banyaknya orang dan hampir seluruh wilayah jazirah Arab yang masuk Islam.
Sebab, setan -yang terlaknat- tidak mengetahui perkara ghaib. Dimana dirinya berusaha sekuat tenaga untuk mencari kesempatan agar bisa menjaring umat manusia supaya mereka tidak bisa masuk ke dalam agama Islam dan mengesakan Allah ta'ala. Diantara target pertama yang mereka lakukan ialah memalingkan manusia untuk beribadah kepada Allah Shubhanahuw ata’alla setelah kematian Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dimana ada sebagian orang dan kabilah yang mentaatinya dengan keluar dari agama Islam, ada yang enggan membayar zakat, atau menjadi pengikut nabi palsu. Hal itu menjadikan dirinya semakin bersemangat, upaya dan usaha tetap dilakukan, namun, Allah Shubhanahuw ata’alla menentukan lain sesuai dengan kehendak -Nya.
Inti dari penjelasan ini, bahwa setan merasa putus asa tatkala melihat adanya orang-orang yang berpegang teguh dengan tauhid, mengakui dan memegangnya, serta adanya orang yang sangat kuat mencontoh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan dirinya sangat berambisi untuk bisa memalingkan manusia dari dua perkara tadi. Oleh sebab itu, sejarah membuktikan adanya masa-masa yang mereka berhasil memenangi targetnya, semisal, sekte Qaramitah yang menyembahnya dengan ketaatan penuh, dan tempat mereka berkuasa dahulu berada di tanah Arab, mereka adalah kaum yang haus darah dan banyak membikin kerusakan. Begitu pula ada beberapa sekte berikutnya yang menyembah setan, sebagaimana bisa diketahui dengan jelas bagi orang yang sedikit mempunyai ilmu.[21]
Kesimpulannya, pendapat yang menyatakan bahwa kesyirikan tidak dijumpai pada umat ini sangat kontradiksi dengan fenomena dilapangan. Disamping itu sebelumnya, dia telah terjatuh dalam pemahaman keliru ketika berinteraksi dengan nash-nash syar'i yang shahih tadi.
Kedua: atau bisa juga dikatakan padanya, bahwa Nabi kita setelah menjabarkan secara jelas apa itu syirik dan apa itu tauhid dengan penjelasan yang sangat terang, beliau telah meninggalkan agama diatas cahaya yang terang benderang, malamnya bagaikan siang. Cahaya terang benderang inilah kandungan dari makna kalimat la ilaha ilallah yaitu mengesakan Allah Shubhanahuw ata’alla dalam ibadah, mencampakan seluruh sesembahan yang ada, kufur dengan segala sesuatu yang disembah selain -Nya, berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya, sebagaimana ditafsirkan oleh para ulama kita.
Apabila demikian, maka sangat mustahil kesyirikan yang telah dilarang oleh Allah Shubhanahuw ata’alla dengan berbagai macam corak ragamnya, ada diberbagai negeri, yang jelas-jelas telah dihukumi dengan kesyirikan ada di jazirah Arab dengan berbagai corak warnanya lalu kita menutup mata dengan tidak menghukumi adanya kesyirikan. Maka ini termasuk tipu daya, dan mengikuti hawa nafsu.[22]
Ketiga: keterangan Ibnu Rajab tatkala menjabarkan makna hadits diatas, beliau mengatakan, "Sesungguhnya setan merasa putus asa untuk menjadikan kebanyakan penduduk muka bumi kufur kepada Allah Shubhanahuw ata’alla ".[23] Hal senada juga tersyirat dari ucapannya Imam Ibnu Katsir tatkala beliau sedang menafsirkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ ٱلۡيَوۡمَ يَئِسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمۡ ٣ ﴾ [ المائدة: 3 ]
"Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu". (QS al-Maa-idah: 3).
Beliau menjelaskan, "Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Maksudnya mereka telah berputus asa untuk mengalahkan agama kalian".[24]
Keempat: Barangkali tidak terlalu jauh untuk mengatakan bahwa maksud sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya setan..". Kalau setan sudah tidak berhasrat besar lagi untuk bisa di sembah oleh orang-orang yang beriman di jazirah Arab. Yaitu orang-orang yang telah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam dari sisi Rabbnya, serta tunduk terhadap kandungan isinya, dan mengerjakan segala perintah –Nya.
Tentu tidak diragukan lagi, seseorang yang mempunyai sifat-sifat diatas, dirinya sedang berada diatas ilmu dan petunjuk Rabbnya. Makanya setan tidak punya hasrat lagi untuk berpeluang disembah oleh mereka. Adanya orang yang semacam tadi di jazirah Arab tidak menafikan makna hadits shahih yang lainnya, sebagaimana tidak tersamar lagi bagi orang yang memiliki hati sehat dan akal yang cerdas. Mengungkapkan dengan lafad orang yang sedang sholat secara mutlak bagi orang-orang yang beriman, sering kita jumpai, dan sering dikonotasikan bagi orang-orang yang berilmu.
kelima: kemungkinan yang lain, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang sedang sholat yaitu orang-orang yang telah jelas diketahui tandanya, dan yang dimaksud dengan mereka yaitu orang yang mengerjakan sholat secara sempurna, tidak bisa kita sangkal, mereka adalah generasi terbaik umat ini, yaitu sahabat. Hal itu didukung dengan hadits lain, dimana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, "Akan tetapi, dirinya puas dengan menjadikan kalian saling bermusuhan".
Dijelaskan oleh ulama, "Barangkali Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengabarkan dengan perkara yang akan terjadi sepeninggal beliau yaitu terjadinya perselisihan diantara para sahabat radhiyallahu 'anhum. Artinya, setan merasa putus asa untuk bisa disembah kembali di jazirah Arab, akan tetapi, dirinya berusaha keras untuk menaburkan benih permusuhan (dikalangan mereka)". Dan kaidah mengatakan, "Jika ada dalil yang banyak memiliki kemungkinan maka tidak bisa dibawa pada satu makna saja".[25]
Keenam: atau bisa kita katakan, sebagaimana Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan tentang adanya kesyirikan, dan terjadinya ditubuh umat ini, serta kejadiannya pasti terjadi. Maka berita ini sebagai bentuk saksi yang membuktikan kebenarannya, tidak ada seorangpun yang mengingkarinya melainkan orang yang telah dibutakan oleh Allah ta'ala mata hatinya.
Demikian pula kabar yang disampaikan oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam didalam hadits ini yaitu adanya sekelompok kaum yang jelas orang-orangnya, tidak bisa dikuasai oleh setan. Mereka itulah yang di isyaratkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam didalam sebuah sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ, منْصُورة, لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَن خَالَفَهم حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ » [أخرجه مسلم]
"Senantiasa akan ada dikalangan umatku yang berada diatas kebenaran, yang mendapat pertolongan, tidak memudharatkan orang yang memusuhinya, tidak pula yang menyelisihinya, hingga datangnya hari kiamat".[26]
Ketujuh, atau kita katakan, lafad hadits tadi mengatakan, "Sesungguhnya setan merasa putus asa untuk bisa disembah". Tekstualnya mengatakan, bahwasannya setan merasa putus asa untuk bisa disembah, artinya dia sendiri sebagai media yang disembah, bukan orang lain dari kalangan makhluk yang disembah, semisal para nabi, malaikat, orang-orang sholeh, pepohonan, batu, dan kuburan.
Sebab setan, ketika dirinya ditaati dalam peribadatan yang ditujukan kepada makhluk, dirinya mendapat porsi peribadatan tersebut namun porsinya tidak diperoleh secara langsung, porsi yang dia peroleh karena dirinya sebagai orang yang menyuruhnya, adapun yang diinginkan dengan beribadah kepada setan ialah ketika orang menujukan peribadatan secara langsung kepada dirinya.
Delapan, yang dimaksud, bahwa setan telah putus asa untuk disembah atau disembahnya berhala di jazirah Arab, pada setiap waktu dan zaman. Maka hal itu tidak mungkin terjadi, insya Allah. Dengan dalil adanya riwayat yang mendukung ini, yaitu adanya tambahan redaksi disebagian riwayat, "Selama-lamanya".[27
Baca artikel selanjutnya: Syubhat Para Pengagung Kubur dan Bantahannya (Bag. 2)
[1] . HR Bukhari no: 1344, 3596, 4042, 4085, 6426, 5690.
[2] . Lihat nukilan syubhat ini dalam kitab Shawa'iqul ILahiyah hal: 44-45 oleh Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab.
[3] . Fathul Bari 3/211, al-Hafidh Ibnu Hajar.
[4] . Fathul Bari 6/614, al-Hafidh Ibnu Hajar.
[5] . Shira' Bainal Islam wal Watsaniyah 2/118 oleh Abdullah bin Ali al-Qashaimi.
[6] . HR Malik dalam kitabnya al-Muwatha no: 1388. al-Baihaqi dalam sunanul Kubra 9/208. Tapi hadits ini masuk dalam kategori hadits mursalnya az-Zuhri, sebagaimana diketahui bahwa hadits mursalnya beliau adalah lemah.
[7] . Dinukil dari kitab Mafahim Yajibu an Tushahiha oleh Muhammad bin Alawi al-Maliki.
[8] . Disampaikan oleh Ibnu Jarjis dalam kitabnya Shulhul Ikhwan hal: 144. Lihat pula keterangannya dalam kitab Shawa'iqul Ilahiyah hal: 44-47 oleh Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab.
[9] . Beliau adalah Imam Malik bin Anas al-Ashbahi, al-Madani. Penulis kitab al-Muwatha serta tulisan-tulisan bermanfaat lainnya, dan pemilik madzhab empat yang masyhur. Lihat biografinya dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 8/48 no: 10 oleh adz-Dzahabi. Thabaqatul Hufaadh hal: 96 oleh Suyuti.
[10] . HR Malik dalam kitabnya al-Muwatha no: 1387. Tapi masuk dalam hadits mursal. Lihat penukilannya oleh al-Baihaqi dalam sunanul Kubra 9/208.
[11] . HR Ahmad 6/275 no: 25148.
[12] . HR Muslim no: 1767. 3/1388
[13] . HR Ahmad 1/32 no: 215, Namun haditsnya mauquf. Abu Dawud no: 3031. Tirmidzi 1606 dan lainnya secara marfu.
[14] . HR Bukhari no: 3053. Muslim no: 1637.
[15] . Penulis mengatakan, 'Saya tidak menjumpai lafad hadits dengan redaksi semacam ini kecuali nukilan yang dibawakan oleh Muhammad al-Alawi dalam bukunya Mafahim Yajibu an Tushahiha".
[16] . HR Muslim no: 2812.
[17] . Saya tidak menemukan ulama yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Mas'ud dengan redaksi semacam ini. Tapi, hadits ini disandarkan oleh penulis kitab Shawa'iqul Ilahiyah fii Radd 'ala Wahabiyah hal: 41 diriwayatkan oleh al-Hakim, Abu Ya'la dalam musnadnya dan al-Baihaqi.
[18] . Shawa'iqul Ilahiyah fii Radd 'ala Wahabiyah hal: 45 oleh Sulaiman bin Abdul Wahab.
[19] . Redaksi ini dinisbatkan kepada al-Bazar semuanya dari al-Haitsami dalam Majma' Zawaid 3/370. Ibnu Hajar dalam al-Mathalib 1/316, 3/186. al-Haitsami mengomentari, "Didalam riwayat ini ada perawi yang bernama Ubaidah ar-Ribdi, dia perawi yang lemah".
[20] . Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Tirmidzi.
[21] . Lihat penjelasan ini dalam kitab Hadzihi Mafahimuna hal: 197-198 oleh Syaikh Sholeh bin Abdul Aziz Alu Syaikh. Majmu'atur Rasa'il wal Masa'il Najdiyah 4/482-287 oleh Syaikh Abdurahman Abu Bathin.
[22] . Lihat penjelasan ini dalam kitab Hadzihi Mafahimuna hal: 197-198 oleh Syaikh Sholeh bin Abdul Aziz Alu Syaikh.
[23] . Majmu'atur Rasa'il wal Masa'il Najdiyah 4/482-287 oleh Syaikh Abdurahman Abu Bathin.
[24] . Tafsir Ibnu Katsir 2/12.
[25] . Fathul Manan hal: 497-499 oleh al-Alusi.
[26] . HR Bukhari dan Muslim.
[27] . Bisa dilihat dalam riwayat Tirmidzi no: 2159.
Ditulis dari Ebook Syubhat Para Pengagung Kubur. Dinukil dari Buku: “Syirik pada Zaman Dahulu dan Sekarang” (2/626-643). Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria. Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah
0 Response to "Syubhat Para Pengagung Kubur dan Bantahannya (Bag. 1)"
Post a Comment