-->

Syubhat Para Pengagung Kubur dan Bantahannya (Bag. 2)

Illustrasi; para pengagung kubur
Jurnalmuslim.com - Artikel ini kelanjutan dari postingan sebelumnya: Syubhat Para Pengagung Kubur dan Bantahannya (Bag. 1).

Syubhat keempat:  Para pengagung kubur berhujah dengan sebuah hadits lain yang dibawakan oleh Imam Bukhari, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي وَلَا تَزَالَ أَمْر هَذِهِ الْأُمَّةُ مُسْتَقِيماً حتى تَقُومُ السَاعَةِ أَو يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ » [أخرجه البخاري ]

"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka akan dipahamkan dalam masalah agama. Sesungguhnya aku hanyalah membagai sedangkan Allah yang memberi. Senantiasa perkara umat ini dalam keadaan lurus hingga datangnya hari kiamat atau datangnya ketentuan Allah ta'ala".[1]

Segi pengambilan dalil dari hadits diatas, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita kalau urusan umat ini akan senantiasa lurus hingga berakhirnya zaman. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa perkara-perkara ini (kesyirikan) yang banyak diingkari, senantiasa ada semenjak dahulu kala, sebagaimana terlihat jelas di negeri Arab, kalau seandainya itu dianggap sebagai berhala terbesar, dan bagi orang yang melakukan hal tersebut di vonis sebagai penyembah berhala, niscaya hilang sudah kandungan sabda Nabi yang mengatakan urusan umat ini akan senantiasa lurus, sehingga maknanya terbalik.[2]

Sanggahan: bagi syubhat diatas, bila di teliti kembali, syubhat diatas maka akan kita dapati bahwa faktor munculnya syubhat tersebut bersumber dari minimnya ilmu hadist. Sebab apabila dijumpai ada hadits, maka akan datang dengan redaksi yang berbeda-beda dan satu sama lainya akan saling menafsirkan maksudnya. Dan hadits yang sedang kita bicarakan ternyata masuk dalam jenis ini, datang dengan redaksi yang berbeda-beda, hingga dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya dengan lima redaksi dari sahabat Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu.

·       Pertama beliau cantumkan dalam kitab ilmu dengan redaksi

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الْأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ » [أخرجه البخاري]

"Senantiasa umat ini akan tegak diatas perintah Allah, orang-orang yang menyelisihinya tidak akan mampu memudharatkan mereka hingga datang perintah Allah azza wa jalla".[3]

 ·       Kedua beliau letakkan hadits tersebut dalam kitab al-I'thisam (berpegang kuat pada agama), dengan redaksi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَلَا تَزَالُ هَذِهِ الْأُمَّةُ ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ » [أخرجه البخاري]

"Senantiasa umat ini akan selalu menampakan kebenaran pada orang-orang yang menyelisihinya hingga datang perintah Allah, sedang mereka dalam keadaan seperti itu".

·       Ketiga beliau bawakan hadits tersebut dalam kitab Manakib, dengan redaksi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَة قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ » [أخرجه البخاري]

"Senantiasa akan ada dari kalangan umatku yang tegak diatas perintah Allah".[4]

·       Keempat, beliau bawakan kembali hadits ini dalam kitab al-I'thisam dengan redaksi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا تزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ » [أخرجه البخاري]

"Senantiasa akan ada sekelompok dari kalangan umatku yang selalu menampakan kebenaran hingga datang perintah Allah, sedang mereka dalam kondisi seperti itu".[5]

·       Kelima, beliau sebutkan hadits tadi didalam kitab Tauhid dengan redaksi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَة قَائِمَةً بأَمْرِ اللَّهِ» [أخرجه البخاري]

"Senantiasa akan ada dari kalangan umatku kelompok yang tegak diatas perintah Allah".

Hadits dengan redaksi serupa juga dibawakan oleh Imam Muslim, beliau membawakan dengan redaksi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَلَنْ يَزَالَ قَومٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ على النَاسِ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ » [أخرجه مسلم]

"Senantiasa akan ada kaum dari kalangan umatku yang selalu menampakan kebenaran pada manusia hingga datang perintah Allah, sedang mereka dalam kondisi demikian".[6]

Artinya, bahwa riwayat-riwayat mutlak yang dijumpai pada sebagian hadits harus dibawa pada makna riwayat hadits-hadits yang muqayad. Diantara kaidah ushul fikih disebutkan, makna mutlak harus dibawa pada makna muqayad apabila dijumpai sisi keselarasan hukum. Dan dalam kasus ini ternyata hukumnya sama.[7] Mengacu pada hal inilah al-Hafidh Ibnu Hajar dalam penjabaran hadits-hadits diatas menyatakan, "Bahwa sebagian orang dari kalangan umat ini akan tetap berada diatas kebenaran selama-lamanya".[8] Dan tidak perlu diragukan lagi bahwa sebagian kalangan tersebut adalah para ahli hadits dan pengikut atsar bukan para pengagung kubur, sebagaimana banyak ditegaskan oleh para ulama salaf.

Syubhat kelima:
Diantara syubhat yang senantiasa dijadikan sebagai pegangan oleh mereka, para pengagung kubur ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَدَ اللاَّتُ وَالْعُزَّى . فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُ لأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ (هُوَ الَّذِى أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ). أَنَّ ذَلِكَ تَامًّا قَالَ: إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً فَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَيَبْقَى مَنْ لاَ خَيْرَ فِيهِ فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ » [أخرجه مسلم]

"Tidak akan hilang siang dan malam (tegak hari kiamat) hingga disembah kembali Latta dan Uzza". Maka aku tanyakan pada beliau, "Ya Rasulallah! Bukankah anda dahulu pernah mengatakan tatkala turun firman Allah ta'ala:

 ﴿ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ ٩ ﴾ [ الصف: 9 ]

"Dia-lah yang mengutus Rasul -Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci". (QS ash-Shaaf: 9).

Aku katakan, "Bahwa itu sudah sempurna? Beliau menjawab, "Sesungguhnya itu akan terjadi hingga waktu yang Allah kehendaki. Kemudian Allah Shubhanahuw ata’alla akan mengutus angin yang sejuk hingga mengambil nyawa setiap orang yang masih mempunyai keimanan didalam hatinya walaupun seberat biji sawi. Setelah itu tinggal tersisa orang-orang yang tidak lagi punya kebaikan, mereka akan kembali kepada agama nenek moyangnya".[9]

Demikian  pula mereka berhujah dengan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan oleh Imam Abu Dawud dengan redaksi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ..حتى يُقَاتِلُ آخِرَهم المَسِيح » [أخرجه أبو داود]

"Senantiasa akan ada sekelompok dari kalangan umatku yang berperang diatas kebenaran hingga terjadinya peperangan terakhir yang dipimpim oleh al-Masih (Isa bin Maryam)".[10]

Dan berhujah dengan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَنْ يَبْرَحَ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا عَلَيْهِ عِصَابَة الْمُسْلِمِينَ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ » [أخرجه مسلم]

"Tidak akan membahayakan agama ini selagi ada orang yang tegak diatas kebenaran dari kalangan kaum muslimin hingga tegaknya hari kiamat".[11]

Begitu pula mereka berargumen dengan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ قَاهِرِينَ لِعَدُوِّهِمْ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ ». فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ أَجَلْ. ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا كَرِيحِ الْمِسْكِ مَسُّهَا مَسُّ الْحَرِيرِ فَلاَ تَتْرُكُ نَفْسًا فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنَ الإِيمَانِ إِلاَّ قَبَضَتْهُ ثُمَّ يَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ عَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ » [أخرجه مسلم]

"Senantiasa akan ada sekelompok dari kalangan umatku yang selalu memperjuangkan agama Allah hingga menundukan musuh-musuhnya, tidak memudharatkan baginya orang-orang yang menyelisihinya hingga datang hari kiamat, sedang mereka dalam kondisi demikian".

Lalu Abdullah bin Amr menambahkan, "Benar, hingga kemudian Allah mengutus angin yang wangi bagaikan minyak kesturi lagi lembut bagaikan sutera. Yang tidak akan membiarkan seorangpun yang masih memiliki keimanan walau sebesar biji sawi melainkan  akan  dicabut nyawanya. Selanjutnya tinggal tersisa manusia terburuk, dan pada merekalah hari kiamat datang".[12]

Sisi pengambilan dalil dari riwayat-riwayat diatas, Didalam hadits-hadits shahih ini terkandung dalil yang sangat gamblang yang membungkam argumen pendapat kalian (maksudnya kita). Yaitu, bahwa seluruh hadits-hadits tadi secara tegas menjelaskan bahwa umat ini tidak ada lagi yang menyembah berhala melainkan setelah dicabutnya seluruh nyawa orang yang beriman, dan itu hanya terjadi kelak di akhir zaman.[13]

Sanggahan: atas syubhat diatas; Barangkali bisa kita jawab dengan beberapa jawaban, yaitu:

Pertama: Yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini yaitu menjelaskan waktu munculnya kesyirikan secara umum, hal itu dimulai dari tidak diperdulikannya lagi perkara tauhid, lalu banyak diantara para pembawa bendera tauhid musnah dimuka bumi.

Dikatakan, bahwa kejadian tersebut akan terjadi diakhir zaman, sebelum terjadinya hari kiamat besar, setelah keluarnya angin yang akan mencabut seluruh nyawa orang yang beriman hingga tidak menyisakan seorangpun dari kelompok yang selamat dan ditolong ini dimuka bumi.[14] Bukti kuat yang menunjukan hal itu ialah pemahaman yang dipahami oleh sahabat mulia Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma tatkala beliau mengomentari sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam diatas dengan ucapannya, "Benar, hingga kemudian Allah Shubhanahuw ata’alla mengutus angin yang wangi bagaikan minyak kesturi lagi lembut bagaikan sutera..".

Kesimpulannya, hadits ini hanyalah sedang menjelaskan tentang waktu terjadinya kesyirikan yang akan menyebar ditengah-tengah umat ini, hingga tidak menyisakan lagi seorang pun dimuka bumi melainkan dia akan melakukan kesyirikan. Maksudnya bukan sedang menegaskan tidak mungkin lagi terjadi kesyirikan ditubuh umat ini, sebagaimana di sangka oleh kalian, dan sebagian orang yang mengaku berilmu. Sebab kalau tidak dibawa pada pemahaman seperti ini niscaya dirinya akan bertubrukan dengan hadits-hadits shahih lainnya dan menyelisihi fenomena lapangan yang jelas menunjukan adanya kesyirikan ditubuh umat ini, dulu maupun sekarang.

Adapun menjadikan hadits ini sebagai hujah atas tidak adanya pemeluk agama ini yang terjatuh dalam kesyirikan maka tidak bisa diterima sama sekali, karena tidak ada sisi yang menunjukan hal tersebut, sebagaimana telah kita jelaskan sebelumnya maksud hadits ini. Kemudian, tidak adanya dalil yang menjelaskan secara spesifik tidak mengharuskan hilangnya pengambilan dalil tertentu, sebagaiman hal itu telah diketahui oleh setiap orang yang menasabkan dirinya kepada ilmu.

Syubhat Keenam: Diantara dalil yang senantiasa dijadikan sebagai alasan untuk mendukung syubhatnya ialah firman Allah ta'ala yang mengatakan:

﴿ كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ ١١٠ ﴾ [ آل عمران: 110 ]

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia..". (QS al-Imran: 110).

Begitu pula mereka berhujah dengan keumuman firman Allah ta'ala:

﴿ وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّة وَسَطا لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ١٤٣ ﴾ [ البقرة: 143]

"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia". (QS al-Baqarah: 143).

Sisi pengambilan dalil dari ayat ini yaitu bahwa umat ini dijelaskan tidak ada yang melakukan perbuatan kekufuran, semuanya sebagai umat yang baik -dari awal hingga akhir- tidak ada yang melakukan perbuatan syirik.[15]

Sanggahan atas syubhat diatas, dari beberapa sisi:

Pertama:
Mereka membiarkan dua ayat ini dalil yang sejatinya membungkam mereka. Yaitu, Allah ta'ala telah mensifati sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk umat manusia apabila terpenuhi tiga sifat yaitu bagi orang-orang yang beriman secara khusus, bukan bagi para pelaku kekufuran dan kesyirikan, perbuatan nifak, bid'ah dan kefasikan. Dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla melanjutkan dalam ayat tersebut:

﴿ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ ١١٠ ﴾ [آل عمران: 110]

"Menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". (QS al-Imran: 110).

Orang-orang yang senang melakukan perbuatan syirik dan orang munafik tentu tidak masuk dalam kriteria umat terbaik, bahkan mereka bisa dikatakan sebagai makhluk terjelek disisi Allah azza wa jalla.[16]

Kedua: Setiap orang yang beragama dari agama Yahudi dan Nashrani, Majusi, Shabi'ah masuk dalam bingkai umat yang telah diutus bagi mereka seorang rasul yaitu nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, mereka masuk dalam barisan umat beliau, namun, dalam jajaran umat dakwah. Sedangkan hukumnya, bagi orang yang enggan beriman kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mau mengikuti agama Islam dari lima agama yang kita singgung diatas maka tempatnya kelak akan berada didalam neraka. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:

﴿ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ ٦ ﴾ [ البينة: 6 ]

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk". (QS al-Bayyinah: 6).

Allah ta'ala mengabarkan bagi orang-orang yang ingkar terhadap agama ini dan berbuat kesyirikan akan masuk kedalam neraka walaupun mereka mendapat predikat masuk dalam umat ini.

Adapun berargumen dengan firman Allah ta'ala:

﴿ وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّة وَسَطا  ١٤٣﴾ [ البقرة: 143 ]

"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pilihan". (QS al-Baqarah: 143).

Maka ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Merekalah yang dimaksud dalam ayat ini, demikian pula orang-orang yang meniru mereka dikalangan ahli iman, juga mendapat predikat tersebut.

Adapun orang-orang kafir, kaum musyrikin, dan munafik maka mereka adalah musuh-musuh umat pilihan di setiap waktu dan tempat, tidak mungkin ada seorangpun yang mengira bahwa mereka adalah umat pilihan kecuali orang bodoh, semisal orang yang mengusung pemikiran aneh yang mengatakan, 'Tidak ada seorangpun ditubuh umat ini yang terjatuh dalam kekufuran dan kesyirikan".[17]

Syaikh Abdurahman bin Hasan menjelaskan sisi perbuatan bid'ah, kesyirikan dan kesesatan yang terjadi didalam tubuh umat, dengan pernyataanya, "Semisal orang-orang yang murtad dimasa Abu Bakar Shidiq, sekte Khawarij pada masanya Ali bin Abi Thalib, lalu sekte Qadariyah, Jahmiyah, Jabriyah, daulah Qaramitah, yang disifati oleh Syaikhul Islam sebagai manusia yang paling kufur, begitu juga sekte Ubaidiyah dan Buwaihiyah serta sekte-sekte sesat lainnya".[18]

Ringkasnya, orang yang menyangkal masalah ini sambil berdalil membawakan lafad umat, maka dirinya telah kacau pemahamannya, maka bagi orang yang mempunyai sifat semacam ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mencela didalam firman -Nya:

﴿ وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ  ٤٢ ﴾[ البقرة: 42 ]

"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui". (QS al-Baqarah: 42).

Maka pemahaman semacam tadi termasuk mengaburkan, mencampur adukan dan menyamarkan makna nash dengan cara yang paling fatal. Karena lafad umat dalam ayat disebutkan secara mutlak, sedangkan yang di inginkan adalah keumuman umat yang didakwahi, masuk didalamnya umat yang enggan menerima seruan Allah Subhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya.

Terkadang lafad umat juga sering di konotasikan dengan umat yang menerima dakwah dan mengikuti ajaran yang dibawa oleh para Rasul.  Sehingga orang yang tidak merinci dan meletakan nushus sebagaimana mustinya maka dia termasuk orang-orang bodoh yang mencampur adukan antara yang hak dan batil.[19] Syaikh Abdul Lathif bin Abdurahman bin Hasan[20] telah menyingkap tabir mereka, dan mengungkap asal syubhat ini serta faktor yang memicunya, beliau menjelaskan, "Ketahuilah, sesungguhnya orang yang menyangkal seperti ini pada hakekatnya belum bisa memahami apa hakekat Islam dan tauhid yang sesungguhnya. Namun, dirinya hanya sekedar menyangka dan mengucapkan tanpa didasari pengetahuan dan keyakinan yang kuat, karena orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lantang pada zaman ini sama seperti orang yang sedang memusuhi dua kalimat syahadat tersebut, disebabkan tidak adanya gambaran tentang masalah itu sehingga dirinya mengingkari.

Dan orang-orang yang berbuat kesyirikan pada zaman ini enggan bila dimasukan dalam barisan orang yang berbuat kesyirikan pada zaman dulu, tidak mau bila dikasih hukum sama seperti hukum yang divoniskan bagi perbuatan yang sama, menyamakan hukum berbarengan dengan ilatnya. Lalu meyakini bahwa ada diantara hamba, dari kalangan orang sholeh yang layak untuk dijadikan wasilah dalam berdoa dan bersandar, mendekatkan diri dengan berbagai ibadah, dikatakan masih sebagai seorang muslim karena dirinya telah menyaksikan dengan ucapan la ilaha ilallah".[21]

Nampak jelas kebodohan para pengusung pendapat ini tatkala dirinya tidak bisa membedakan antara umat ijabah (yang telah menerima seruan Nabi) dan umat dakwah (yang belum menerima seruan Nabi).  Dan Syaikh Abdul Lathif telah membantah kerancuan ini dalam pernyataannya, "Tidak setiap orang yang di sifati dengan lafad umat secara otomatis termasuk dalam barisan umat ijabah dan ahli kiblat, didalam sebuah hadits disebutkan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ما من أحد من هذه الأمة يهودي أو نصراني يسمع بي ثم لا يؤمن بي إلا كان من أهل النار » [أخرجه مسلم]

"Tidak ada seorangpun diantara umat ini baik Yahudi ataupun Nashrani mendengar ajakan ku kemudian dirinya tidak mau beriman kepada ku melainkan dirinya pasti akan menjadi penduduk neraka".[22]

Demikian pula didalam ayat Allah ta'ala mengatakan:

﴿ فَكَيۡفَ إِذَا جِئۡنَا مِن كُلِّ أُمَّةِۢ بِشَهِيد وَجِئۡنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ شَهِيدا ٤١ يَوۡمَئِذ يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَعَصَوُاْ ٱلرَّسُولَ لَوۡ تُسَوَّىٰ بِهِمُ ٱلۡأَرۡضُ وَلَا يَكۡتُمُونَ ٱللَّهَ حَدِيثا ٤٢ ﴾ [ النساء: 41-42 ]

"Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu. Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun". (QS an-Nisaa': 41-42).

Ayat ini menunjukan bahwa orang-orang kafir termasuk dari umat yang menjadi saksi akan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Dan perlu dipahami, ketika dijumpai ada lafad umat dalam kedudukan pujian dan janji maka yang dimaksud ialah ahli kitab dan orang-orang yang memenuhi ajakan Nabi, dan bila ada lafad umat dalam posisi celaan dan cerai berai maka yang dimaksud ialah selain kelompok yang pertama. Jadi, bagi setiap kondisi ada hukum yang berbeda".[23]

Syubhat Ketujuh:
Diantara syubhat mereka yang seringkali menjadi pegangan ialah sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يعبد » [أخرجه أحمد]

"Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah".[24]

Sisi pengambilan dalil dari hadits diatas, yaitu bahwa doanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pasti dikabulkan. Artinya, tidak mungkin ada disana kesyirikan disisi kubur Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam.[25]

Sanggahan atas syubhat diatas: Kita sepakat bahwa doanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pasti dikabulkan. Oleh karena itu kuburan beliau sekarang ditutup dengan tiga tembok kuat sebagai bentuk penjagaan Allah Shubhanahu wa ta’alla atas doa yang dipanjatkan oleh beliau.[26] Sehingga tidak ada seorangpun yang mampu sujud kearah kuburan beliau secara langsung. Sehingga tidak ada sedikitpun sisi pendalilan dari hadits ini yang menunjukan tidak adanya orang yang berbuat syirik kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, semisal menyembah Nabi atau menyematkan hak khusus rububiyah kepada Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, inilah kenyataanya.

Bukti riil merupakan dalil terakurat dalam masalah ini. Betapa banyak orang yang ghuluw kepada beliau, misalkan mengatakan bahwa beliau mempunyai hak rububiyah. Akan datang beberapa contoh sikap ekstrim dari umat ini yang di tujukan kepada beliau pada bab keempat insya Allah.

Syubhat Kedelapan: Syubhat lain yang sering dijadikan sebagai argumen untuk melegalkan pendapatnya ialah sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِي الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ أَمَا إِنِّي لَسْتُ أَقُولُ يَعْبُدُونَ شَمْسًا وَلَا قَمَرًا وَلَا وَثَنًا وَلَكِنْ أَعْمَالًا لِغَيْرِ اللَّهِ وَشَهْوَةً خَفِيَّةً » [أخرجه ابن ماجه]

"Sesungguhnya perkara yang paling aku khawatirkan menimpa umatku ialah kesyirikan kepada Allah, aku tidak mengatakan, mereka menyembah matahari, atau bulan atau berhala. Namun, yang aku maksud amalan yang ditujukan kepada selain Allah dan syahwat yang tersamar".[27]

Sisi pengambilan dalil dari hadits ini yaitu, Bahwa Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkhawatirkan kepada kita syirik akbar, tapi yang beliau khawatirkan syirik kecil.[28]

Sanggahan atas syubhat ini: bisa dengan dua jawaban;

Pertama:  bahwa hadits ini adalah lemah.[29] Sedangkan hadits lemah maka tidak bisa dijadikan sebagai dalil menurut para ulama yang kompeten dalam masalah ini.

Kedua: anggaplah haditsnya shahih. Bahwa yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ialah menjelaskan tersamarnya perkara ini ditengah-tengah umatnya sehingga ada sebagian orang yang mengaku berilmu terjerumus dalam kesyirikan tadi. Semisal, beribadah kepada matahari, atau bulan atau patung, yang jelas sekali kesesatannya bagi siapapun yang melakukan. Karena yang dimaksud dengan kesyirikan yang hati sebagai medianya, misalnya adalah mencintai kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, merendah dan tunduk kepada selain -Nya, atau meyakini perkara-perkara yang menjadi kekhususan –Nya kepada selain Allah ta'ala.

Itu semua termasuk bagian dari amal perbuatan yang ditujukan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan inilah hakekat kesyirikan, yang masih samar bagi sebagian orang. Dengan ini menjadi jelas kebatilan hujah mereka. Walhamdulillah.

[1] . HR Bukhari no: 7460.

[2] . Shawa'iqul Ilahiyah hal: 41 oleh Sulaiman bin Abdul Wahab.

[3] . HR Bukhari no: 71.

[4] . HR Bukhari no: 7312,

[5] . HR Bukhari no: 3641.

[6] . HR Muslim no: 9121.

[7] . Lihat penjelasan masalah ini dalam kitab Raudhun Nadhir 2/192, Ibnu Qudamah.

[8] . Fathul Bari 1/164, Ibnu Hajar.

[9] . HR Muslim.

[10] . HR Abu Dawud no: 2844. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih Abi Dawud 2/481.

[11] . HR Muslim no: 1922.

[12] . HR Muslim no: 1924.

[13] . Shawa'iqul Ilahiyah hal: 50, Sulaiman bin Abdul Wahab.

[14] . Lihat keterangannya dalam Fathul Bari 1/164. 13/76-77, 294. Syarh Kitab Tauhid lil Bukhari 2/235 oleh guru kami Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Ghaniman.

[15] . Lihat keterangan syubhat ini yang dinukil oleh Syaikh Abdurahman bin Hasan dalam buku beliau Majmu'ah Rasa'il wal Masa'il 2/54.

[16] . Lihat bantahan atas syubhat ini oleh Syaikh Abdurahman bin Hasan dalam buku beliau Majmu'ah Rasa'il wal Masa'il 2/54-55.

[17] . Ibid.

[18] . Ibid.

[19] . Misbhaul Dhulam hal: 30. Abdul Lathif bin Abdurahman.

[20] . Beliau adalah al-Allamah, al Imam, Abdul Lathif bin Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh. Termasuk salah seorang cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Lahir pada tahun 1225 H di kota Dir'iyah. Meninggal pada tahun 1293 H. Diantara karya tulisnya, Tuhfatut Thalib, al-Jalis fii Kasyfi Syubahi Dawud bin Jarjis, Syarh Nuniyah Ibnu Qayim, Mishbahul Dhulam, dan yang lainnya. Lihat biografinya dalam Tuhfatut Thalib dan al-Jalis fii Kasyfi Syubahi Dawud bin Jarjis hal: 14-15.

[21] . Mishbahul Dhulam hal: 36, Abdul Lathif bin Abdurahman Alu Syaikh.

[22] . HR Muslim no: 153.

[23] . Mishbahul Dhulam hal: 341, Abdul Lathif bin Abdurahman Alu Syaikh.

[24] . HR Ahmad, telah lewat takhrijnya.

[25] . Mafahim oleh Muhammad al-Alawi al-Maliki.

[26] . Seperti dikatakan oleh Ibnu Qayim, "Maka Allah mengabulkan doanya, dan kuburan beliau dikelilingi oleh tiga tembok".

[27] . HR Ibnu Majah no: 4205.

[28] . Mafahim oleh Muhammad al-Alawi al-Maliki.

[29] . Lihat Dha'if sunan Ibni Majah oleh al-Albani.

Ditulis dari Ebook Syubhat Para Pengagung Kubur. Dinukil dari Buku: “Syirik pada Zaman Dahulu dan Sekarang” (2/626-643). Syaikh  Abu Bakar Muhammad Zakaria. Terjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah.

0 Response to "Syubhat Para Pengagung Kubur dan Bantahannya (Bag. 2)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel