Hati-Hati... Revisi UU ITE, Sekedar Share Informasi Bisa Dipenjara
Pemerintah resmi me,berlakukan Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mulai berlaku hari ini, Senin (28/11/2016), setelah genap sebulan pascapengesahan oleh DPR pada Kamis (27/10/2016) lalu.
Adapun UU ITE merupakan produk hukum yang mengatur dan melindungi informasi dan transaksi elektronik di dunia maya.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto menegaskan pemberlakuan revisi UU ITE saat ditemui wartawan pada Sabtu (26/11/2016) lalu.
Lantas, apa saja perubahan pokok yang dimuat di revisi UU ITE?
1. Ketentuan tentang Pasal 27 ayat 3 yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik mengalami tiga perubahan.
Kedua adalah penegasan bahwa ketentuan ini bersifat delik aduan, bukan delik umum. Maka itu, orang tak bisa langsung ditahan saat dianggap mencemarkan nama baik seseorang, tetapi harus diadukan terlebih dahulu.
Ketiga, ditegaskan bahwa unsur pidana dan ketentuan mengenai pasal ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2. Penurunan ancaman pidana; ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik diturunkan dari paling lama enam tahun menjadi paling lama empat tahun. Selain itu, dendanya juga diturunkan dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3. Melaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 31 ayat 4 yang mulanya mengamanatkan pengaturan tata cara penyadapan serta menambah kejelasan mengenai keberadaan informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah pada pasal 5 ayat 1 dan 2.
4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada pasal 43 ayat 5 dan 6 dengan ketentuan hukum acara KUHAP, yakni penggeledahan atau penyitaan dan penangkapan penahanan.
3. Memperkuat peran penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam ketentuan Pasal 43 ayat 5, yakni untuk membatasi atau memutus akses terkait tindak pidana teknologi informasi serta kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
4. Menambahkan ketentuan mengenai 'right to be forgotten' atau 'hak untuk dilupakan' pada pasal 26. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Selain itu, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
5. Memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik, yakni dengan penambahan ayat baru pada pasal 40.
Oleh sebab itu, dengan berlakunya revisi UU ITE ini, Henri menegaskan bahwa pengguna media sosial harus lebih berhati-hati dan tak mudah membagikan sesuatu ke dunia maya. "Yang bisa dijerat UU ITE itu bukan hanya yang buat, tetapi juga yang mendistribusikan. Sebab yang di-share belum tentu benar bisa saja tuduhan-tuduhan," katanya saat ditemui Sabtu lalu.
Ia mengatkan, jika tuduhan salah, seseorang bisa terkena sanksi pidana. (Liputan6.com)
Adapun UU ITE merupakan produk hukum yang mengatur dan melindungi informasi dan transaksi elektronik di dunia maya.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto menegaskan pemberlakuan revisi UU ITE saat ditemui wartawan pada Sabtu (26/11/2016) lalu.
Lantas, apa saja perubahan pokok yang dimuat di revisi UU ITE?
1. Ketentuan tentang Pasal 27 ayat 3 yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik mengalami tiga perubahan.
Pertama, menambah kejelasan atas istilah mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik. Artinya, tak hanya pembuat konten yang bisa dijerat pasal ini, tetapi juga orang yang mendistribusikan (share) dan membuat sebuah informasi dapat diakses.
Kedua adalah penegasan bahwa ketentuan ini bersifat delik aduan, bukan delik umum. Maka itu, orang tak bisa langsung ditahan saat dianggap mencemarkan nama baik seseorang, tetapi harus diadukan terlebih dahulu.
Ketiga, ditegaskan bahwa unsur pidana dan ketentuan mengenai pasal ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2. Penurunan ancaman pidana; ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik diturunkan dari paling lama enam tahun menjadi paling lama empat tahun. Selain itu, dendanya juga diturunkan dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
Penurunan ancaman pidana lainnya adalah ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi kekerasan atau menakut-nakuti. Dari pidana paling lama dua belas tahun, menjadi paling lama empat tahun dan denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3. Melaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 31 ayat 4 yang mulanya mengamanatkan pengaturan tata cara penyadapan serta menambah kejelasan mengenai keberadaan informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah pada pasal 5 ayat 1 dan 2.
4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada pasal 43 ayat 5 dan 6 dengan ketentuan hukum acara KUHAP, yakni penggeledahan atau penyitaan dan penangkapan penahanan.
3. Memperkuat peran penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam ketentuan Pasal 43 ayat 5, yakni untuk membatasi atau memutus akses terkait tindak pidana teknologi informasi serta kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
4. Menambahkan ketentuan mengenai 'right to be forgotten' atau 'hak untuk dilupakan' pada pasal 26. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Selain itu, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
5. Memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik, yakni dengan penambahan ayat baru pada pasal 40.
Pada ayat tersebut, pemerintah wajib mencegah penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang. Kedua, pemerintah memiliki kewenangan melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.
Oleh sebab itu, dengan berlakunya revisi UU ITE ini, Henri menegaskan bahwa pengguna media sosial harus lebih berhati-hati dan tak mudah membagikan sesuatu ke dunia maya. "Yang bisa dijerat UU ITE itu bukan hanya yang buat, tetapi juga yang mendistribusikan. Sebab yang di-share belum tentu benar bisa saja tuduhan-tuduhan," katanya saat ditemui Sabtu lalu.
Ia mengatkan, jika tuduhan salah, seseorang bisa terkena sanksi pidana. (Liputan6.com)
0 Response to "Hati-Hati... Revisi UU ITE, Sekedar Share Informasi Bisa Dipenjara"
Post a Comment